.  

Roda Kehidupan" Part 4: Dalam Lingkaran Ancaman


 

Cerita Bersambung: "Roda Kehidupan"
Part 4: Dalam Lingkaran Ancaman


Malam itu, Jagad tidak bisa tidur. Kata-kata dari telepon tadi terus terngiang di benaknya. Ancaman itu bukan sekadar gertakan; ia merasakan ketegangan yang nyata. Sambil berbaring di tempat tidur, pikirannya sibuk mencari solusi. Ia tahu, melawan tanpa strategi hanya akan membuat keadaan semakin buruk.

Namun, ada satu hal yang pasti: ia tidak akan menyerah. Usaha ini bukan sekadar bisnis baginya. Ini adalah wujud dari perjuangan, mimpi, dan rezeki yang ia harapkan berkahnya. Tidak ada jalan untuk mundur.


"Langkah Pertama"

Keesokan harinya, Jagad memutuskan untuk bertindak. Ia menghubungi Riko, yang akhirnya mengangkat telepon setelah beberapa kali percobaan.

“Ko, aku butuh bantuan. Ini serius,” ujar Jagad tegas.

Riko mendesah di ujung telepon. “Oke, tenang, Jad. Kita ketemu di warung kopi biasa, nanti sore.”

Saat sore tiba, mereka duduk di sudut warung kopi kecil yang sering menjadi tempat mereka berdiskusi. Jagad menjelaskan perkembangan terakhir, termasuk telepon ancaman yang ia terima.

“Ko, aku nggak bisa diam saja. Kalau terus begini, mereka bisa menghancurkan usahaku,” kata Jagad sambil mengepalkan tangannya di atas meja.

Riko mengangguk pelan. “Aku ngerti, Jad. Tapi kita nggak bisa gegabah. Kita harus tahu siapa yang benar-benar ada di balik semua ini. Jangan sampai kita menuduh orang yang salah.”

“Aku yakin ini Hendra dan Surya Rent Car. Siapa lagi yang punya kepentingan sebesar ini?” balas Jagad.

Riko berpikir sejenak. “Mungkin kamu benar. Tapi kita butuh bukti. Kalau mereka sampai bertindak lebih jauh, kita harus punya sesuatu yang bisa kita gunakan untuk melindungi dirimu, bahkan kalau perlu membawa ini ke polisi.”

Jagad mengangguk, meskipun rasa frustrasinya belum hilang. “Jadi, langkah pertama kita apa?”

Riko tersenyum tipis. “Kita awasi mereka. Kalau mereka bisa mengawasimu, kenapa kita tidak bisa melakukan hal yang sama?”


"Mengintai di Balik Bayangan"

Malam itu, Riko mengajak Jagad untuk melakukan sesuatu yang tidak pernah mereka lakukan sebelumnya: mengawasi markas besar Surya Rent Car di pusat kota Sidoarjo. Mereka berdua duduk di dalam mobil tua milik Riko, yang diparkir agak jauh dari kantor perusahaan tersebut.

Kantor itu terlihat megah dengan cahaya lampu neon yang terang. Beberapa mobil keluaran terbaru terparkir rapi di halamannya. Jagad memperhatikan dari kejauhan, sementara Riko sibuk memotret dengan kamera ponselnya.

“Jadi, kita cuma duduk di sini?” tanya Jagad, merasa sedikit canggung.

“Ya, untuk sekarang. Kita cuma perlu tahu pola aktivitas mereka. Siapa yang keluar masuk, dan kalau beruntung, mungkin kita bisa menemukan sesuatu yang mencurigakan,” jawab Riko sambil tetap fokus pada pengamatannya.

Malam itu berlalu tanpa hasil yang berarti. Mereka tidak melihat apa pun yang mencurigakan, tetapi Jagad merasa sedikit lebih tenang karena setidaknya ia tidak berdiam diri.


"Pesan Tak Terduga"

Keesokan paginya, saat Jagad sedang mempersiapkan mobil untuk pelanggan, ia menerima pesan dari nomor tak dikenal yang sama seperti sebelumnya. Namun, kali ini isinya berbeda:

“Temui aku di kafe Jembatan Merah pukul 19.00 malam ini. Jangan bawa siapa-siapa.”

Jagad tertegun. Pesan itu terdengar seperti perintah. Ia tahu, bisa jadi ini adalah jebakan. Tetapi di sisi lain, rasa penasarannya tidak bisa dibendung.

Ia menunjukkan pesan itu kepada Riko. “Menurutmu, aku harus pergi?”

Riko menatap layar ponsel Jagad dengan ekspresi serius. “Kalau aku jadi kamu, aku tetap pergi. Tapi kita harus punya rencana cadangan. Aku nggak akan biarkan kamu datang sendirian.”

“Pesannya jelas bilang aku harus sendiri, Ko,” kata Jagad.

Riko tersenyum licik. “Iya, tapi nggak ada yang bilang aku nggak boleh mengawasi dari jauh, kan?”


"Pertemuan di Kafe Jembatan Merah"

Saat malam tiba, Jagad menuju kafe Jembatan Merah dengan perasaan campur aduk. Kafe itu tidak terlalu ramai, suasananya cukup tenang dengan alunan musik akustik yang lembut. Jagad masuk dan mencari tempat duduk yang agak tersembunyi.

Lima menit berlalu. Sepuluh menit. Hingga akhirnya, seorang pria berpenampilan rapi dengan jaket hitam masuk ke kafe. Pria itu langsung menuju ke arah Jagad dan duduk di depannya tanpa basa-basi.

“Jagad, ya?” tanyanya dengan nada datar.

Jagad mengangguk. “Betul. Dan Anda siapa?”

Pria itu tersenyum tipis. “Nama saya Malik. Saya dulu bekerja di Surya Rent Car. Dan saya tahu apa yang sedang terjadi pada kamu.”

Jagad terkejut. “Apa maksud Anda?”

Malik bersandar di kursinya dan menatap Jagad dengan sorot mata tajam. “Hendra itu licik. Dia tidak suka ada yang mengganggu bisnisnya, apalagi bisnis kecil seperti punya kamu. Dia selalu punya cara untuk menyingkirkan pesaingnya, bahkan dengan cara kotor.”

“Jadi, Anda bilang semua ancaman ini memang dari dia?” tanya Jagad, mulai merasa marah.

Malik mengangguk. “Ya. Dan ini bukan pertama kalinya dia melakukan hal seperti ini. Dulu, ada rental mobil kecil di Malang yang bernasib sama. Mereka akhirnya menyerah karena tekanan Hendra.”

Jagad mengepalkan tangan. “Kenapa Anda memberitahu saya ini? Apa untungnya bagi Anda?”

Malik tersenyum getir. “Karena saya muak dengan caranya. Saya meninggalkan Surya Rent Car karena saya tidak ingin menjadi bagian dari permainan kotornya. Saya ingin membantu orang seperti kamu yang hanya ingin mencari rezeki dengan cara yang halal.”

Jagad terdiam, mencerna setiap kata yang diucapkan Malik.

“Tapi, ingat,” lanjut Malik, “Hendra tidak akan berhenti sampai kamu menyerah atau bergabung dengannya. Kamu harus siap menghadapi dia, dengan cara apa pun.”


"Pertarungan Dimulai"

Malam itu, Jagad pulang dengan pikiran yang penuh. Pertemuan dengan Malik memberinya perspektif baru, tetapi juga membuka matanya bahwa pertarungan ini akan menjadi lebih sulit dari yang ia bayangkan.

Ia menceritakan semuanya kepada Riko dan Ustadz Arif. Riko langsung terpancing emosinya.

“Kalau gitu, kita harus buat perlawanan, Jad. Jangan biarkan dia semena-mena!”

Namun, Ustadz Arif menenangkan mereka. “Sabar, Nak. Kita lawan, tapi dengan cara yang benar. Jangan sampai kita terjebak melakukan hal yang sama seperti mereka.”

Jagad mengangguk. Ia tahu, langkah selanjutnya adalah menemukan bukti kuat untuk mengungkap permainan Hendra. Dengan bantuan Riko dan Malik, ia mulai menyusun rencana.

Di sisi lain, bayang-bayang ancaman terus menghantui. Telepon misterius dan pesan-pesan mencurigakan semakin sering datang. Hingga pada suatu malam, garasi Jagad menjadi target serangan yang nyata: kaca salah satu mobil pecah, dan di dekatnya ada cat semprot yang bertuliskan:

“Kamu sudah diperingatkan.”

Jagad tahu, perang telah dimulai.


Bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Anda: