.  

Roda Kehidupan" Part 3: Bayangan di Balik Malam


 

Cerita Bersambung: "Roda Kehidupan"
Part 3: Bayangan di Balik Malam


Malam itu, Jagad duduk di ruang tamunya dengan gelisah. Matanya tak lepas dari layar ponsel yang memuat pesan ancaman. Foto garasi kecilnya yang diambil pada malam hari terasa menohok. Siapapun yang mengirimnya jelas sedang mengawasi, dan itu membuat hatinya tidak tenang.

Hatinya penuh tanya. Apakah benar Hendra, pria dari Surya Rent Car, ada di balik ini? Atau, apakah ada pihak lain yang merasa terganggu dengan bisnisnya?

Jagad menghela napas panjang. Ia tidak ingin panik, tapi rasa khawatir itu sulit ditepis. Setelah beberapa saat, ia mengambil ponselnya dan menelepon seseorang yang ia percayai: Riko, teman lamanya.

“Riko, bisa ketemu sekarang?” tanya Jagad singkat, tanpa basa-basi.

Di ujung telepon, Riko terdengar bingung. “Sekarang, Jad? Ini sudah jam sepuluh malam.”

“Serius, Ko. Penting. Datang aja ke rumahku,” desak Jagad.

Riko mengiyakan, dan setengah jam kemudian ia tiba di rumah Jagad dengan kaus oblong dan celana pendek. Wajahnya masih mengantuk, tetapi sorot matanya menunjukkan rasa ingin tahu.


"Seseorang Mengawasi"

Jagad menceritakan semua yang terjadi sejak pertemuannya dengan Hendra siang tadi hingga pesan ancaman yang diterimanya malam ini. Riko mendengarkan dengan serius, sambil sesekali mengangguk.

“Kamu yakin, ini ada hubungannya dengan pria dari Surya Rent Car itu?” tanya Riko.

“Aku nggak tahu pasti, Ko. Tapi semuanya terjadi setelah dia datang. Tawaran kerja samanya jelas terasa seperti ancaman. Dan sekarang, pesan ini muncul. Kebetulan yang terlalu mencurigakan,” jawab Jagad sambil mengusap wajahnya.

Riko berpikir sejenak. “Kalau menurutku, Jad, ini memang permainan kotor. Bisnis rental mobil itu kan banyak persaingannya. Apalagi kalau mereka lihat kamu mulai berkembang dan merebut pasar mereka. Tapi, kalau sampai ada ancaman kayak gini, ini sudah keterlaluan.”

Jagad mengangguk, setuju. Namun, ia masih bimbang harus berbuat apa.

“Kalau aku, sih, langsung lapor polisi. Biar jelas siapa yang main-main kayak gini,” saran Riko.

Jagad terdiam. Lapor polisi memang solusi yang masuk akal, tetapi ia ragu. Bukti yang ia miliki hanyalah sebuah foto dan pesan ancaman. Tidak ada nama atau identitas jelas yang bisa dilaporkan.

“Bukti yang aku punya belum cukup kuat, Ko. Mereka bisa saja bilang aku cuma mengada-ada. Lagipula, aku takut ini malah membuat masalah semakin besar,” kata Jagad akhirnya.

Riko menghela napas. “Kalau gitu, kita harus cari cara buat tahu siapa yang sebenarnya ada di balik ini semua.”


"Awasi Lingkunganmu"

Keesokan harinya, Jagad memulai hari dengan lebih waspada. Ia memeriksa setiap sudut garasi dan halaman rumahnya. Pintu garasi ia kunci rapat, dan ia memastikan semua kendaraan dalam kondisi aman. Namun, rasa tidak nyaman itu masih melekat. Seolah-olah ada mata-mata yang terus mengawasinya.

Pagi itu, pelanggan tetapnya, Ibu Dwi, datang untuk mengambil mobil yang sudah ia siapkan sejak kemarin. Wanita paruh baya itu terlihat ceria seperti biasa, tetapi ketika melihat wajah Jagad yang murung, ia langsung bertanya.

“Jagad, ada apa? Kok kelihatan lesu? Biasanya semangat sekali kalau pagi,” tanya Ibu Dwi sambil tersenyum.

Jagad berusaha tersenyum, meskipun canggung. “Ah, nggak apa-apa, Bu. Mungkin lagi kurang tidur saja.”

Ibu Dwi mengangguk, tetapi sorot matanya menunjukkan bahwa ia tidak sepenuhnya percaya. “Kalau ada masalah, jangan sungkan cerita ya, Nak. Kadang, berbagi itu meringankan beban.”

“Terima kasih, Bu,” balas Jagad singkat.

Saat mobil Ibu Dwi keluar dari garasi, Jagad merasakan sesuatu yang aneh. Ia memperhatikan jalanan di depan rumahnya. Sebuah motor hitam dengan pengendara berhelm gelap tampak berhenti agak jauh dari garasinya. Pengendara itu tidak melakukan apa-apa, hanya duduk diam di atas motor sambil menatap ke arah rumah Jagad.

Jagad pura-pura tidak memperhatikan, tetapi ia merasa waspada. Motor itu tetap di sana selama beberapa menit sebelum akhirnya melaju pergi.

“Siapa lagi ini?” pikir Jagad dalam hati.


"Pertemuan yang Penuh Misteri"

Di sore hari, Jagad pergi ke masjid untuk bertemu dengan Ustadz Arif, seperti yang telah mereka rencanakan sebelumnya. Ustadz Arif menyambut Jagad dengan senyum hangat dan mengajaknya duduk di serambi masjid.

Setelah berbicara sebentar tentang syirkah yang akan mereka lakukan, Jagad menceritakan tentang ancaman yang ia terima. Ustadz Arif mendengarkan dengan penuh perhatian, sesekali mengangguk dan menghela napas.

“Jagad, ancaman seperti ini sering kali datang dari rasa iri atau takut kehilangan kuasa. Tapi ingat, setiap rezeki sudah ada yang mengatur. Jangan takut, selama kita tetap berada di jalan yang benar,” ujar Ustadz Arif menenangkan.

Jagad mengangguk, meskipun hatinya masih gelisah. “Tapi, Ustadz, bagaimana kalau mereka benar-benar berniat buruk? Saya khawatir ini akan berdampak pada usaha saya, bahkan mungkin pada keluarga saya.”

Ustadz Arif menepuk bahu Jagad. “Kita perlu berhati-hati, tapi jangan sampai ketakutan itu menguasai pikiranmu. Jika mereka berbuat zalim, Allah yang akan membalas. Namun, kita juga harus ikhtiar. Pastikan usahamu berjalan dengan transparan dan tidak melanggar aturan. Selain itu, jangan lupa berdoa, mohon perlindungan Allah.”

Nasihat itu sedikit banyak membuat Jagad merasa tenang. Ustadz Arif juga berjanji akan membantu, baik secara moral maupun jika diperlukan dukungan lainnya.


"Jejak di Malam Hari"

Malam itu, Jagad merasa sedikit lebih lega setelah pertemuannya dengan Ustadz Arif. Namun, saat ia kembali ke rumah, sesuatu yang aneh terjadi. Lampu garasi yang biasanya menyala terang tiba-tiba padam. Jagad mencoba memeriksa saklar, tetapi listrik di garasi tetap tidak menyala.

Ia menyalakan senter dari ponselnya dan memeriksa area sekitar. Tidak ada tanda-tanda kerusakan pada kabel atau saklar. Tapi, ketika ia melangkah lebih jauh ke dalam garasi, sebuah benda kecil tergeletak di dekat pintu.

Itu adalah sebuah kertas kecil yang dilipat rapi. Dengan hati-hati, Jagad mengambilnya dan membukanya. Tulisan di dalamnya membuat dadanya berdegup kencang:

“Kami tidak main-main. Ini peringatan terakhir.”

Jagad langsung keluar dari garasi dan melihat sekeliling. Jalanan di depan rumahnya gelap dan sepi, tetapi ia merasa ada seseorang yang mengawasinya dari bayang-bayang. Ia mencoba menghubungi Riko, tetapi tidak mendapat jawaban. Akhirnya, ia kembali masuk ke rumah dan mengunci semua pintu.


"Menggali Kebenaran"

Keesokan harinya, Jagad memutuskan untuk mencari tahu lebih banyak tentang Surya Rent Car dan Hendra Wijaya. Ia membuka laptopnya dan mulai mencari informasi di internet.

Ia menemukan bahwa Surya Rent Car adalah salah satu perusahaan rental mobil terbesar di Jawa Timur, dengan cabang di berbagai kota termasuk Sidoarjo. Perusahaan itu dikenal karena layanan yang profesional, tetapi juga memiliki reputasi kontroversial. Beberapa ulasan dari pelanggan menyebutkan tentang kebijakan sewa yang tidak transparan dan laporan bahwa perusahaan itu kerap menekan rental kecil untuk menyerahkan operasinya.

Jagad merasa semakin yakin bahwa Hendra berada di balik ancaman yang ia terima. Namun, ia tahu bahwa melawan perusahaan sebesar itu bukanlah hal yang mudah.


"Titik Balik"

Saat malam tiba, Jagad menerima telepon dari nomor tak dikenal. Kali ini, suara di seberang terdengar lebih tegas dan langsung ke intinya.

“Kamu sudah melihat peringatannya, kan? Jangan membuat kami bertindak lebih jauh.”

Jagad menahan napas. Suara itu terdengar asing, tetapi jelas bernada mengancam.

“Apa yang kalian inginkan?” tanya Jagad dengan nada tenang, meskipun hatinya berdebar.

“Kami hanya ingin kamu tahu tempatmu. Jangan mencoba mengambil pasar kami. Kalau kamu terus nekat, konsekuensinya akan kamu tanggung sendiri.”

Sebelum Jagad sempat menjawab, telepon itu terputus. Jagad merasa dadanya sesak. Ia tahu, ancaman ini tidak bisa ia abaikan lagi.


Bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Anda: