.  

Roda Kehidupan, Part 1: Mimpi yang Berputar di Atas Jalanan

Cerita Bersambung: "Roda Kehidupan"
Part 1: Mimpi yang Berputar di Atas Jalanan


Jagad menatap langit pagi Sidoarjo yang biru pucat, seolah memanggil-manggil untuk segera memulai hari. Hawa sejuk yang masih tersisa dari sisa malam seperti menguatkan semangatnya. Ia berdiri di depan garasi kecil yang kini sudah penuh sesak dengan mobil-mobil yang berjejer rapi. Ada Avanza hitam keluaran 2017, Xenia putih, hingga sebuah Ertiga biru tua yang baru datang kemarin dari tetangganya, Pak Darto.

Garasi itu menjadi saksi bisu perjuangan Jagad selama dua tahun terakhir. Siapa sangka, dari hanya satu mobil peninggalan orang tuanya, kini ia memiliki bisnis persewaan mobil kecil yang mulai dikenal di sekitar Sidoarjo. Meskipun sederhana, usaha ini adalah dunia yang ia bangun dengan keringat, doa, dan tekad baja.


Dua tahun lalu, hidup Jagad tak sesederhana pagi ini. Ia masih seorang pemuda berusia 25 tahun yang bingung menentukan arah hidup. Orang tuanya telah meninggalkan sebuah mobil Avanza tua setelah mereka memutuskan untuk pindah ke kampung halaman di Malang. Mobil itu awalnya lebih sering terparkir di garasi, hanya sesekali digunakan Jagad untuk pergi ke pasar atau menjemput adiknya yang masih kuliah.

Namun, sebuah pertemuan di warung kopi sederhana mengubah hidupnya. Waktu itu, seorang teman lamanya, Riko, sedang mengeluh tentang kesulitan mencari mobil sewaan untuk perjalanan keluarga ke Surabaya.

“Kok nggak ada yang cocok, ya? Kalau ada yang dekat rumah, pasti lebih enak,” keluh Riko sambil mengaduk kopinya.

Jagad yang mendengar cerita itu hanya tertawa kecil. “Kenapa nggak pinjam mobilku aja, Ko?” candanya.

Riko langsung menatapnya dengan serius. “Beneran? Kalau iya, aku sewa aja. Dibanding ribet cari ke rental besar, mending langsung ke kamu.”

Candaan itu ternyata menjadi awal. Jagad memang meminjamkan mobilnya kepada Riko dengan harga sewa yang lebih murah dari pasaran. Sepulang dari perjalanan, Riko memuji kondisi mobil Jagad yang bersih dan nyaman. Dari sana, ide itu mulai tumbuh di kepala Jagad.

Malam itu, ia duduk lama di depan komputer bututnya, mencari tahu tentang bisnis rental mobil. Ia menemukan berbagai hal: dari perhitungan biaya perawatan, harga sewa pasaran, hingga risiko-risiko yang harus diantisipasi. Semuanya ia catat dengan hati-hati di buku tulis lusuhnya.


Pagi berikutnya, Jagad memulai langkah pertamanya. Ia mencetak beberapa brosur sederhana, menuliskan nomor ponsel, serta memasang iklan kecil di grup WhatsApp warga perumahan.

Sewa Mobil Harian dan Mingguan. Bersih, Nyaman, dan Terjangkau.

Tak butuh waktu lama, tetangga-tetangganya mulai melirik. Salah satunya adalah Pak Darto, pensiunan guru yang memiliki mobil tetapi jarang menggunakannya. Saat mendengar bahwa Jagad menyewakan mobilnya, Pak Darto datang dengan penawaran.

“Jagad, kalau kamu mau, mobilku ini juga bisa kamu kelola. Tapi, bagi hasil, ya. Nanti kamu ambil 70 persen, saya 30 persen,” ujar Pak Darto sambil menunjuk Ertiga birunya.

Mendengar itu, Jagad nyaris tak percaya. Kesempatan seperti ini datang tanpa diduga. Dengan antusias, ia menerima tawaran tersebut. Kini, ia tak hanya memiliki satu mobil, tetapi dua. Dari sinilah roda bisnisnya mulai berputar lebih kencang.


Hari ini, Jagad sedang mempersiapkan sebuah mobil untuk disewa oleh pelanggan tetapnya, Ibu Dwi. Wanita paruh baya itu selalu menyewa mobil Jagad setiap dua minggu sekali untuk mengantar dagangannya ke Surabaya. Sambil memeriksa ban dan menyapu bagian dalam mobil, ia teringat betapa beragam pelanggan yang datang padanya.

Ada pelanggan yang hanya ingin mobil untuk perjalanan keluarga, ada juga yang menyewanya untuk urusan pekerjaan. Bahkan, ada beberapa anak muda yang menyewa untuk sekadar jalan-jalan ke Malang atau Jogja.

Namun, tak semuanya berjalan mulus. Jagad pernah hampir putus asa ketika salah satu mobilnya mengalami kecelakaan kecil. Penyewa saat itu enggan bertanggung jawab, dan biaya perbaikan cukup besar. Tetapi dari kejadian itu, Jagad belajar pentingnya memastikan dokumen dan perjanjian sewa tertulis dengan jelas.


Sambil menunggu pelanggan datang, Jagad duduk di kursi kayu di sudut garasi. Matanya menatap kalender di dinding. Bulan ini, ia telah berhasil menyewa semua mobilnya selama 20 hari. Pendapatan yang ia kumpulkan cukup untuk membayar cicilan rumah dan biaya hidup sehari-hari. Namun, ada satu hal yang mengganjal di pikirannya.

Jagad ingin mengembangkan usahanya lebih besar lagi. Ia sering membayangkan sebuah garasi luas dengan belasan mobil berbagai jenis. Tetapi, impian itu memerlukan modal yang tak sedikit. Sementara, tabungannya saat ini hanya cukup untuk menambah satu mobil lagi.

Di tengah lamunannya, ponselnya berdering. Nama yang muncul di layar membuatnya tersenyum.

“Assalamualaikum, Jagad. Masih sibuk?” suara di seberang terdengar lembut.

“Waalaikumsalam, Ustadz Arif. Ada apa, Ustadz?” tanya Jagad dengan nada hormat.

Ustadz Arif adalah seorang pengusaha sekaligus guru agama yang sering memberikan ceramah di masjid dekat rumah Jagad. Meskipun tidak terlalu dekat, Jagad merasa nyaman berbicara dengan beliau. Ustadz Arif sering memberikan nasihat yang menyentuh hati, terutama tentang pentingnya usaha yang halal dan keberkahan rezeki.

“Ada waktu nanti sore? Saya ingin ngobrol sedikit. Ada sesuatu yang mungkin bisa kita bicarakan,” kata Ustadz Arif.

Jagad mengiyakan dengan cepat. Ia merasa penasaran sekaligus bersemangat. Dalam hati, ia berharap ini adalah pertanda baik untuk langkah selanjutnya.


Matahari mulai condong ke barat saat Jagad berjalan menuju rumah Ustadz Arif. Rumah itu sederhana, dengan halaman luas yang ditumbuhi pohon mangga. Ustadz Arif menyambutnya di teras, ditemani segelas teh hangat dan pisang goreng.

Setelah berbasa-basi sejenak, Ustadz Arif langsung ke inti pembicaraan.

“Jagad, saya melihat usaha kamu ini punya potensi besar. Kamu jujur, telaten, dan mau belajar. Itu modal yang penting,” ujar beliau sambil tersenyum.

“Alhamdulillah, Ustadz. Tapi, saya masih banyak belajar. Kadang, rasanya seperti jalan sendiri tanpa tahu arah,” jawab Jagad.

Ustadz Arif mengangguk pelan. “Begini, saya ingin menawarkan syirkah. Kita bekerja sama. Saya punya modal yang bisa membantu menambah armada mobil. Kamu kelola, dan kita bagi hasil sesuai syariat.”

Jagad terdiam sejenak. Tawaran itu seperti jawaban dari doa-doanya selama ini. Namun, ia juga tahu bahwa keputusan besar ini harus dipertimbangkan dengan matang.


Malam itu, Jagad tak bisa tidur. Ia memikirkan tawaran Ustadz Arif, impian besarnya, dan segala kemungkinan yang mungkin terjadi. Di satu sisi, ia merasa ini adalah kesempatan emas untuk mewujudkan mimpinya. Namun, di sisi lain, ia sadar bahwa tanggung jawab yang lebih besar menantinya.

Sambil menatap langit-langit kamar, ia mengingat pesan terakhir ayahnya sebelum mereka pindah ke Malang.

“Jagad, hidup itu seperti roda. Kadang di atas, kadang di bawah. Tapi, pastikan kamu selalu memegang kendali. Jangan menyerah, ya, Nak.”

Kata-kata itu kini terasa lebih nyata dari sebelumnya. Jagad tahu, perjalanan panjangnya baru saja dimulai. Namun, sebelum ia bisa memutuskan, sebuah pesan tak terduga masuk ke ponselnya.

“Jagad, hati-hati. Ada seseorang yang diam-diam memperhatikan bisnis kamu. Kita harus bicara.”

Pesan itu datang dari nomor tak dikenal. Keringat dingin mulai membasahi pelipisnya. Siapa yang mengirim pesan ini? Dan apa maksudnya?


Bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Anda: